Jumat, 24 Juni 2011

BANTUAN HIDUP DASAR (BHD)

Jika pada suatu keadaan ditemukan korban dengan penilaian dini terdapat gangguan tersumbatnya jalan nafas, tidak ditemukan adanya nafas dan atau tidak ada nadi, maka penolong harus segera melakukan tindakan yang dinamakan dengan istilah BANTUAN HIDUP DASAR (BHD).

Bantuan hidup dasar terdiri dari beberapa cara sederhana yang dapat membantu mempertahankan hidup seseorang untuk sementara. Beberapa cara sederhana tersebut adalah bagaimana menguasai dan membebaskan jalan nafas, bagaimana memberikan bantuan penafasan dan bagaimana membantu mengalirkan darah ke tempat yang penting dalam tubuh korban, sehingga pasokan oksigen ke otak terjaga untuk mencegah matinya sel otak.

Penilaian dan perawatan yang dilakukan pada bantuan hidup dasar sangat penting guna melanjutkan ketahapan selanjutnya. Hal ini harus dilakukan secara cermat dan terus menerus termasuk terhadap tanggapan korban pada proses pertolongan.

Bila tindakan ini dilakukan sebagai kesatuan yang lengkap maka tindakan ini dikenal dengan istilah RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP).

Untuk memudahkan pelaksanaannya maka digunakan akronim A- B - C yang berlaku universal.

A = Airway control atau penguasaan jalan nafas
B = Breathing Support atau bantuan pernafasan
C = Circulatory Support atau bantuan sirkulasi lebih dikenal dengan Pijatan Jantung Luar dan menghentikan perdarahan besar
Setiap tahap ABC pada RJP diawali dengan fase penilaian :
penilaian respons, pernafasan dan nadi.

Penilaian respons.
Setelah memastikan keadaan aman (penilaian korban bag. 1), maka penolong yang tiba ditempat kejadian harus segera melakukan penilaian dini (penilaian korban bag. 2). Lakukan penilaian respons dengan cara menepuk bahu korban dan tanyakan dengan suara lantang.

Aktifkan sistem SPGDT
Di beberapa daerah yang Sistem Penanganan Gawat Darurat Terpadunya sudah berjalan dengan baik, penolong dapat meminta bantuan dengan nomor akses yang ada. Bila penolong adalah tim dari sistem SPGDT maka tidak perlu mengaktifkan sistem tersebut. Prinsipnya adalah saat menentukan korban tidak respons maka ini harus dilaporkan untuk memperoleh bantuan.

Airway Control (Penguasaan Jalan Nafas)
Bila tidak ditemukan respons pada korban maka langkah selanjutnya adalah penolong menilai pernafasan korban apakah cukup adekuat? Untuk menilainya maka korban harus dibaringkan terlentang dengan jalan nafas terbuka.
Airway control

Lidah paling sering menyebabkan sumbatan jalan nafas pada kasus-kasus korban dewasa tidak ada respons, karena pada saat korban kehilangan kesadaran otot-otot akan menjadi lemas termasuk otot dasar lidah yang akan jatuh ke belakang sehingga jalan nafas jadi tertutup. Penyebab lainnya adalah adanya benda asing terutama pada bayi dan anak.

Penguasan jalan nafas merupakan prioritas pada semua korban. Prosedurnya sangat bervariasi mulai dari yang sederhana sampai yang paling rumit dan penanganan bedah. Tindakan-tindakan yang lain kecil peluangnya untuk berhasil bila jalan nafas korban masih terganggu.

Beberapa cara yang dikenal dan sering dilakukan untuk membebaskan jalan nafas

a. Angkat Dagu Tekan Dahi :
Angkat Dagu Tekan Dahi
Teknik ini dilakukan pada korban yang tidak mengalami trauma pada kepala, leher maupun tulang belakang. Akan dijelaskan lebih lanjut disini.

b. Perasat Pendorongan Rahang Bawah (Jaw Thrust Maneuver)
Jaw Thrust Maneuver

Teknik ini digunakan sebagai pengganti teknik angkat dagu tekan dahi. Teknik ini sangat sulit dilakukan tetapi merupakan teknik yang aman untuk membuka jalan nafas bagi korban yang mengalami trauma pada tulang belakang. Dengan teknik ini, kepala dan leher korban dibuat dalam posisi alami / normal. Akan dijelaskan lebih lanjut disini.

Ingat : Teknik ini hanya untuk korban yang mengalami trauma tulang belakang atau curiga trauma tulang belakang

Pemeriksaan Jalan Nafas
Setelah jalan nafas terbuka, maka periksalah jalan nafas karena terbukanya jalan nafas dengan baik dan bersih sangat diperlukan untuk pernafasan adekuat. Keadaan jalan nafas dapat ditentukan bila korban sadar, respon dan dapat berbicara dengan penolong.

Perhatikan pengucapannya apakah baik atau terganggu, dan hati-hati memberikan penilaian untuk korban dengan gangguan mental.

Untuk korban yang disorientasi, merasa mengambang, bingung atau tidak respon harus diwaspadai kemungkinan adanya darah, muntah atau cairan liur berlebihan dalam saluran nafas. Cara ini lebih lanjut akan diterangkan pada halaman cara pemeriksaan jalan nafas.

C. Membersihkan Jalan Nafas

- Posisi Pemulihan
Bila korban dapat bernafas dengan baik dan tidak ada kecurigaan adanya cedera leher, tulang punggung atau cedera lainnya yang dapat bertambah parah akibat tindakan ini maka letakkan korban dalam posisi pemulihan atau dikenal dengan istilah posisi miring mantap.

Posisi ini berguna untuk mencegah sumbatan dan jika ada cairan maka cairan akan mengalir melalui mulut dan tidak masuk ke dalam saluran nafas. Penjelasan lebih lanjut disini.

- Sapuan Jari
Teknik hanya dilakukan untuk penderita yang tidak sadar, penolong menggunakan jarinya untuk membuang benda yang mengganggu jalan nafas. Penjelasan lebih lanjut disini

BREATHING SUPPORT (BANTUAN PERNAFASAN)
Bila pernafasan seseorang terhenti maka penolong harus berupaya untuk memberikan bantuan pernafasan.

Breathing Support
Teknik yang digunakan untuk memberikan bantuan pernafasan yaitu:
a. Menggunakan mulut penolong:
   1. Mulut ke masker RJP
   2. Mulut ke APD
   3. Mulut ke mulut / hidung

b. Menggunakan alat bantu:
Masker berkatup
    Kantung masker berkatup (Bag Valve Mask / BVM)

Frekuensi pemberian nafas buatan:
Dewasa              : 10 - 12 x pernafasan / menit, masing-masing 1,5 - 2 detik
Anak (1-8th)       : 20 x pernafasan / menit, masing-masing 1 - 1,5 detik
Bayi (0-1th)        : lebih dari 20 x pernafasan / menit, masing-masing 1 - 1,5 detik
Bayi baru lahir    : 40 x pernafasan / menit, masing-masing 1 - 1,5 detik

Bahaya bagi penolong yang melakukan bantuan pernafasan dari mulut ke mulut:
- Penyebaran penyakit
- Kontaminasi bahan kimia
- Muntahan penderita

Saat memberikan bantuan pernafasan petunjuk yang dipakai untuk menentukan cukup tidaknya udara yang dimasukkan adalah gerakan naiknya dada. Jangan sampai memberikan udara yang berlebihan karena dapat mengakibatkan udara juga masuk dalam lambung sehingga menyebabkan muntah dan mungkin akan menimbulkan kerusakan pada paru-paru. Jika terjadi penyumbatan jalan nafas maka lakukan kembali Airway Control seperti yang dijelaskan diatas.

Beberapa tanda-tanda pernafasan:
Adekuat (mencukupi)
- Dada dan perut bergerak naik dan turun seirama dengan pernafasan
- Udara terdengar dan terasa saat keluar dari mulut / hidung
- Korban tampak nyaman
- Frekuensinya cukup (12-20 x/menit)

Kurang Adekuat (kurang mencukupi)
- Gerakan dada kurang baik
- Ada suara nafas tambahan
- Kerja otot bantu nafas
- Sianosis (kulit kebiruan)
- Frekuensi kurang atau berlebihan
- Perubahan status mental

Tidak Bernafas
- Tidak ada gerakan dada dan perut
- Tidak terdengar aliran udara melalui mulut atau hidung
- Tidak terasa hembusan nafas dari mulut atau hidung

Teknik pemberian bantuan pernafasan akan dibahas lebih lanjut disini.

Bila menggunakan masker atau APD, pastikan terpasang dengan baik dan tidak mengalami kebocoran udara saat memberikan bantuan pernafasan.

CIRCULATORY SUPPORT (Bantuan Sirkulasi)
Tindakan paling penting pada bantuan sirkulasi adalah Pijatan Jantung Luar. Pijatan Jantung Luar dapat dilakukan mengingat sebagian besar jantung terletak diantara tulang dada dan tulang punggung sehingga penekanan dari luar dapat menyebabkan terjadinya efek pompa pada jantung yang dinilai cukup untuk mengatur peredaran darah minimal pada keadaan mati klinis.

Circulatory Support
Penekanan dilakukan pada garis tengah tulang dada 2 jari di atas permukaan lengkung iga kiri dan kanan. Kedalaman penekanan disesuaikan dengan kelompok usia penderita.
- Dewasa          : 4 - 5 cm
- Anak dan bayi : 3 - 4 cm
- Bayi               : 1,5 - 2,5 cm

Secara umum dapat dikatakan bahwa bila jantung berhenti berdenyut maka pernafasan akan langsung mengikutinya, namun keadaan ini tidak berlaku sebaliknya. Seseorang mungkin hanya mengalami kegagalan pernafasan dengan jantung masih berdenyut, akan tetapi dalam waktu singkat akan diikuti henti jantung karena kekurangan oksigen.

Pada saat terhentinya kedua sistem inilah seseorang dinyatakan sebagai mati klinis. Berbekal pengertian di atas maka selanjutnya dilakukan tindakan Resusitasi Jantung Paru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar